Tuesday, November 20, 2012

Cara serta Tips dalam Beternak Burung Parkit

Burung parkit memiliki variasi warna bulu yang cantik. Cara perawatan dan pemeliharaan parkit relatif mudah. Parkit juga mudah untuk beradaptasi sehingga penangkaran dan budidaya parkit tergolong tidak sulit. Itulah beberapa keunggulan yang membuat parkit menjadi burung paruh bengkok yang paling banyak dipelihara dan diternakkan di Indonesia.

Untuk memulai beternak burung parkit ada beberapa hal yang perlu anda siapkan berikut ini :
Kandang
Kandang yang diperlukan untuk beternak parkit tidak begitu besar. Untuk menangkar sepasang parkit cukup sediakan kandang berukurang  40 x 40 x 60 cm. Namun jika anda ingin menernakkan parkit secara berkoloni, maka anda perlu menyediakan kandang dengan ukuran yang besar. Sesuaikan besarnya kandang dengan jumlah pasangan agar tidak terlalu padat sehingga berakibat kurang baik bagi kesehatan burung.

Keunggulan dari beternak parkit secara berkoloni disamping kita bisa menempatkan beberapa pasang, kita juga dapat melihat burung-burung parkit yang memiliki warna beraneka ragam yang tentunya sangat cantik. Namun, jika salah satu burung tersebut terkena penyakit maka sangat mudah menulari burung yang lain jika tidak segera dipindahkan.

Kotak sangkar (Glodok)
Di dalam sangkar budidaya, anda harus menyediakan kotak sangkar atau glodok sebagai tempat parkit betina meletakkan dan mengerami telurnya. Untuk budidaya parkit dengan berkoloni, anda perlu menyediakan glodok sebanyak jumlah pasangan burung yang ada dalam kandang. Ukuran glodok untuk parkit kira-kira 20cm X 17,5cm X 24cm.

Anda dapat menggunakan kayu duren dan kayu nangka (kombinasi) atau kayu randu sebagai bahan glodok. Bahan dari kayu tersebut sangat cocok untuk glodok bagi parkit dan lovebird.

Tempat makan dan minum
Anda perlu menyediakan tempat makan yang ukurannya sesuai dengan jumlah burung parkit yang ada di kandang. Burung biasanya akan memerlukan banyak makanan saat mereka meloloh anak-anaknya. Anda juga harus membersihkan tempat minum agar selalu bersih dan tidak berlumut.

Untuk tips, anda dapat menggunakan tempat makan dan minum untuk ayam sebagai tempat makan dan minum parkit jika anda terpaksa harus meninggalkan parkit-parkit anda selama beberapa hari. Dengan demikian burung tetap bisa mendapatkan makan dan minum yang tetap banyak selama kita tinggal.

Memilih Indukan
Pilihlah indukan parkit yang masih produktif. Parkit biasanya sudah siap untuk kawin saat usianya lebih dari 90 hari (3 bulan). Ada baiknya untuk memilih idukan yang berbeda warna untuk mendapatkan anakan yang memiliki warna bervariasi.

Membedakan kelamin parkit
Untuk membedakan parkit jantan dan betina anda dapat melihat gambar berikut :

Memulai Beternak
Di alam bebas parkit berkembang biak pada bulan Oktober – Desember. Saat musim kawin, sang jantan biasanya menyanyi dengan nada rayuan untuk memikat betinanya. Jika ada kecocokan maka perkawinan akan segera berlangsung. Burung ini dikenal sangat setia dengan pasangannya. Bila si betina sedang aktif bertelur maka si jantan akan menunggu di luar sambil bersiul menghibur sekaligus akan mengusir apabila ada pengganggu mendekati sarangnya.

Telur dan anakan
Berat telur parkit berkisar 2,5 gram/butir dengan jumlah telur rata-rata 6 butir/pasangan parkit. Anak burung parkit yang baru keluar dari cangkang telurnya berbobot rata-rata 2,35 gram dengan kondisi mata masih terpejam. Setelah umur sembilan hari barulah matanya terbuka.

Setelah umur 30 hari barulah anak burung parkit mulai siap meninggalkan sarangnya untuk belajar terbang. Namun meski sudah mulai terbang, sang induk biasanya masih menyuapinya hingga umur 40 hari. Setelah umur tersebut biasanya persiapan perkawinan untuk generasi yang baru akan dilakukan.

Monday, November 5, 2012

Prenjak Jawa

Perenjak Jawa juga dikenal sejenis burung kicauan dari suku Cisticolidae (pada banyak buku masih dimasukkan ke dalam suku Sylviidae). Dalam bahasa Inggris burung ini dikenal sebagai Bar-Winged Prinia, merujuk pada dua garis putih pada setiap sayapnya. Nama ilmiahnya adalah Prinia familiaris Horsfield.

Ciri-ciri:
Burung kecil ramping, dengan panjang total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 10 cm. Hampir seluruh sisi atas badan berwarna coklat hijau-zaitun. Tenggorokan dan dada putih, perut dan pantat kekuningan. Sisi dada dan paha keabu-abuan. Ciri khas: sayap dengan dua garis putih, serta ekor panjang dengan ujung berwarna hitam dan putih. Paruh panjang runcing, sebelah atas berwarna kehitaman dan sebelah bawah kekuningan. Kaki langsing dan rapuh berwarna coklat kemerahan atau merah jambu.

Jenis Kelamin:
Jantan bila dibedakan dari betina dengan ukuran tubuhnya yang lebih besar dan aktif berkicau. Ekor lebih panjang dan warna sayap yang lebih gelap .

Kebiasaan & Penyebaran:
Burung yang ramai dan lincah, yang sering ditemui di tempat terbuka atau daerah bersemak di taman, pekarangan, tepi sawah, hutan sekunder, hingga ke hutan bakau. Juga kerap teramati di perkebunan teh. Dua atau tiga ekor, atau lebih, kerap terlihat berkejaran sementara mencari makanan di antara semak-semak, sambil berbunyi-bunyi keras cwuit-cwuit-cwuit.. ciblek-ciblek-ciblek-ciblek.. ! Ekor yang tipis digerakkan ke atas saat berkicau.

Mencari mangsanya yang berupa aneka serangga dan ulat, perenjak jawa berburu mulai dari permukaan tanah hingga tajuk pepohonan. Burung ini membuat sarangnya di rerumputan atau semak-semak hingga ketinggian sekitar 1,5 m di atas tanah. Sarang berbentuk bola kecil dianyam dari rerumputan dan serat tumbuhan.

Perenjak Jawa adalah burung endemik (menyebar terbatas) di wilayah Sumatra, Jawa dan Bali. Di Sumatra tidak jarang sampai ketinggian 900 m dpl, sedangkan di Jawa dan Bali umum sampai ketinggian 1.500 m dpl
 
Tingkat Kehidupan:
Sebelum tahun 1990-an, burung ini boleh dibilang tidak memiliki nilai ekonomi, sehingga banyak dibiarkan bebas dan meliar seperti halnya burung gereja dan burung pipit. Sifatnya yang mudah beradaptasi dan tidak takut pada manusia menyebabkan populasi burung ini cukup tinggi pada wilayah-wilayah yang sesuai.

Setelah tahun-tahun itu, burung ini mulai banyak diburu orang untuk diperdagangkan terutama di Jawa. Apalagi burung ini mudah dijumpai di wilayah perkebunan dan memiliki keistimewaan mudah jinak. Sifat jinaknya membuat ia mudah ditangkap dengan cara dipikat yaitu memakai bantuan cermin di dalam sangkar. Burung yang tertarik dengan bayangannya sendiri akan terjebak di dalam sangkar.

Cara lain adalah dengan memasang jerat atau rajut di sekitar sarangnya, atau dengan perangkap getah (pulut) pada tempat-tempat tidurnya di waktu malam. Para penangkap burung yang terampil, bahkan, kerap hanya bermodalkan senter, kehati-hatian dan kecepatan tangan menangkap burung yang tidur di malam hari.
Sayang sekali burung ini mudah stres dan mati dalam pemeliharaan, terutama apabila yang ditangkap adalah burung dewasa. Belum lagi jika pemeliharanya tidak berpengalaman. Namun ini agaknya tidak menyurutkan minat para penangkap burung untuk terus memburunya.
 
Sampai sekarang, burung ini belum berhasil dibiakkan dalam tangkaran. Dan para penggemar burung masih bergantung pada tangkapan dari alam.Eksploitasi yang berlebihan ini segera terlihat akibatnya. Di wilayah-wilayah tertentu seperti di pinggiran Jakarta dan Bogor, di mana burung ini melimpah sebelum tahun ‘90an, kini seolah ‘kehabisan stok’.
 
Perenjak Jawa semakin jarang terlihat di taman-taman, dan hadir terbatas di tempat-tempat tertentu yang masih dekat hutan.Dalam pemeliharaan biasanya burung ini sering diberi makanan berupa kroto (tempayak dan anak semut rangrang), ulat hongkong, serta pelet (voer).